Post by priyono-den 86 on Mar 6, 2007 18:45:37 GMT 7
Ass wr wb
Sebelumnya artikel ini pernah dipostingkan oleh Sdr Sigit di Milis SAG.
Pada kesempatan ini saya postingkan teks version, kalaupun ada kekurangan dan kesalahan mohon maaf dan kritiknya:
Edisi : SOLOPOS Kamis, 01 Maret 2007 , Hal.1
Melongok komunitas pehobi airsoft gun di Solo
Hindari istilah s*n*a*a, utamakan keselamatan dan hiburan...
Bergerak mengendap dan sesekali melihat kondisi sekitar, itulah gambaran suasana saat tim dari Detasemen 86 Amplop Sakti berhadapan dengan tim Special Forces Airsofter Detachment (SFAD) Solo dalam “pertempuran” memperebutkan sebuah “bukit”.
Film Hamburger Hill menjadi ilustrasi skenario dalam permainan perang (skirmish) ini. Kali Samin, Tawangmangu, Karanganyar pun disulap menjadi “medan perang” dadakan. Derasnya aliran sungai dan bebatuan besar di sepanjang aliran sungai itu menjadi tantangan tersendiri bagi airsofter (sebutan pegiat arisoft gun).
Begitulah sekilas gambaran kegiatan permainan yang belakang marak di sejumlah kota besar. Tak ketinggalan di Solo, permainan yang menggunakan replika s*n*a*a ini mulai menjamur. Menurut Koordinator Detasemen 86, Priyono, permainan airsoft gun menjadi salah kegiatan yang cukup digandrungi. Permainan ini membutuhkan kerja sama tim dan fisik prima karena menuntut penguasaan medan.
Meski hanya permainan, setiap komunitas airsoft gun memiliki aturan baku. Di antaranya adalah prosedur keselamatan serta tata cara memperlakukan airsoft gun. Sudah jadi rahasia umum di kalangan airsofter tidak mengistilahkan kata s*n*a*a untuk replika yang rata-rata ukurannya sama persis (skala 1:1) ini. “Hal ini sekaligus untuk menghindari kesan seram airsoft gun sebagai s*n*a*a sungguhan,” papar Priyono kepada Espos, Sabtu (24/2).
Seperti layaknya sebuah peperangan nyata, komunitas airsoft gun juga memiliki sejumlah skenario dan taktik. Dalam airsoft gun juga dikenal berbagai jenis simulasi pertempuran, mulai pertempuran jarak dekat (PJD)/close quarters battle (CQB), pertempuran hutan rimba, pembebasan sandera, perebutan bendera, total eliminasi hingga tembak reaksi. Taktik pertempuran juga dibuat senyata mungkin, tak ketinggalan kelengkapan (gear) airsofter.
Ditambahkan Priyono, ada sejumlah perlengkapan standar yang harus dimiliki airsofter. Di antaranya adalah kacamata pelindung goggles, pelindung kepala, dan sepatu lapangan. Sedangkan peranti tambahan, seperti seragam, penutup kepala (balaclava), sarung tangan, protector, rompi adalah kelengkapan optional masing-masing airsofter. Khusus urusan seragam, airsofter menggunakan motif loreng atau bergaya army look. Biasanya motif American woodland dan dot matrix menjadi pilihan favorit airsofter.
Bahkan yang tidak mempunyai seragam bisa bergaya militer sipil (milisi) atau gerilyawan. “Kami menghindari motif baku TNI/Polri, selain dilarang sekaligus mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Maraknya airsoft gun belakang diakui koordinator SFAD, Sigit Purnomo, tak lepas dari semakin murahnya replika airsoft gun. Tujuh tahun lalu kebanyakan replika didominasi buatan Jepang dan Taiwan. Namun dua tahun belakangan produk China atau lebih dikenal dengan all China manufacture (ACM) banyak menyerbu pasar lokal. Soal harga, replika ACM dianggap lebih ramah di kantong airsofter.
Produk China
Sebagai gambaran replika laras panjang bertenaga pegas (spring) ACM dilepas dengan harga Rp 100.000-Rp 250.000. Sedangkan untuk replika laras panjang bertenaga baterai airsoft electric gun (AEG) bisa didapat dengan harga Rp 500.000-Rp 1,4 juta. Sedangkan replika handgun jauh lebih terjangkau yakni kisaran Rp 50.000 (spring) dan Rp 400.000 untuk jenis elektrik. Di luar itu, sebenarnya ada replika jenis gas blow back (GBB). Namun khusus GBB minim peminat karena harga gas pemompa cukup mahal dan sulit didapat.
Namanya juga replika tak heran bentuk standar airsoft menyerupai asli. Beberapa jenis replika yang jadi favorit adalah jenis M16A2, M14, M4A1, AK74, AK47. Replika sub machine gun (SMG) MP5, HK416, shotgun Remington 870, M3 Benelli. Mossberg 500 hingga jenis sniper Steyr SSG serta handgun Beretta M92, Glock17, Glock18, Glock26 pun tak luput dari incaran airsofter.
Replika-replika ini menggunakan peluru ball bearing (BB) kaliber 6 mm. Sedangkan beratnya dibagi menjadi tiga besar yakni 0,12 gram, 0,2 gram dan 0,25 gram. BB 0,12 gram biasa digunakan untuk tipe low power, sedang kedua terakhir biasanya untuk spring dan AEG. Seperti peluru sungguhan, pemilihan kualitas BB juga berpengaruh pada tingkat akurasi replika saat digunakan untuk bermain.
Agar permainan lebih aman, selain kelengkapan keselamatan ada prosedur yang juga dianut para airsofter. Kecepatan tembakan replika dibatasi hingga 450 feet per second (fps). Standar kecepatan akan dipantau dengan menggunakan alat bantu chronometer. Untuk replika jenis serbu dihitung di bawah 350 fps, sedangkan replika penembak runduk (sniper) dibatasi 450 fps. - Alvari Kunto Prabowo
Sebelumnya artikel ini pernah dipostingkan oleh Sdr Sigit di Milis SAG.
Pada kesempatan ini saya postingkan teks version, kalaupun ada kekurangan dan kesalahan mohon maaf dan kritiknya:
Edisi : SOLOPOS Kamis, 01 Maret 2007 , Hal.1
Melongok komunitas pehobi airsoft gun di Solo
Hindari istilah s*n*a*a, utamakan keselamatan dan hiburan...
Bergerak mengendap dan sesekali melihat kondisi sekitar, itulah gambaran suasana saat tim dari Detasemen 86 Amplop Sakti berhadapan dengan tim Special Forces Airsofter Detachment (SFAD) Solo dalam “pertempuran” memperebutkan sebuah “bukit”.
Film Hamburger Hill menjadi ilustrasi skenario dalam permainan perang (skirmish) ini. Kali Samin, Tawangmangu, Karanganyar pun disulap menjadi “medan perang” dadakan. Derasnya aliran sungai dan bebatuan besar di sepanjang aliran sungai itu menjadi tantangan tersendiri bagi airsofter (sebutan pegiat arisoft gun).
Begitulah sekilas gambaran kegiatan permainan yang belakang marak di sejumlah kota besar. Tak ketinggalan di Solo, permainan yang menggunakan replika s*n*a*a ini mulai menjamur. Menurut Koordinator Detasemen 86, Priyono, permainan airsoft gun menjadi salah kegiatan yang cukup digandrungi. Permainan ini membutuhkan kerja sama tim dan fisik prima karena menuntut penguasaan medan.
Meski hanya permainan, setiap komunitas airsoft gun memiliki aturan baku. Di antaranya adalah prosedur keselamatan serta tata cara memperlakukan airsoft gun. Sudah jadi rahasia umum di kalangan airsofter tidak mengistilahkan kata s*n*a*a untuk replika yang rata-rata ukurannya sama persis (skala 1:1) ini. “Hal ini sekaligus untuk menghindari kesan seram airsoft gun sebagai s*n*a*a sungguhan,” papar Priyono kepada Espos, Sabtu (24/2).
Seperti layaknya sebuah peperangan nyata, komunitas airsoft gun juga memiliki sejumlah skenario dan taktik. Dalam airsoft gun juga dikenal berbagai jenis simulasi pertempuran, mulai pertempuran jarak dekat (PJD)/close quarters battle (CQB), pertempuran hutan rimba, pembebasan sandera, perebutan bendera, total eliminasi hingga tembak reaksi. Taktik pertempuran juga dibuat senyata mungkin, tak ketinggalan kelengkapan (gear) airsofter.
Ditambahkan Priyono, ada sejumlah perlengkapan standar yang harus dimiliki airsofter. Di antaranya adalah kacamata pelindung goggles, pelindung kepala, dan sepatu lapangan. Sedangkan peranti tambahan, seperti seragam, penutup kepala (balaclava), sarung tangan, protector, rompi adalah kelengkapan optional masing-masing airsofter. Khusus urusan seragam, airsofter menggunakan motif loreng atau bergaya army look. Biasanya motif American woodland dan dot matrix menjadi pilihan favorit airsofter.
Bahkan yang tidak mempunyai seragam bisa bergaya militer sipil (milisi) atau gerilyawan. “Kami menghindari motif baku TNI/Polri, selain dilarang sekaligus mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Maraknya airsoft gun belakang diakui koordinator SFAD, Sigit Purnomo, tak lepas dari semakin murahnya replika airsoft gun. Tujuh tahun lalu kebanyakan replika didominasi buatan Jepang dan Taiwan. Namun dua tahun belakangan produk China atau lebih dikenal dengan all China manufacture (ACM) banyak menyerbu pasar lokal. Soal harga, replika ACM dianggap lebih ramah di kantong airsofter.
Produk China
Sebagai gambaran replika laras panjang bertenaga pegas (spring) ACM dilepas dengan harga Rp 100.000-Rp 250.000. Sedangkan untuk replika laras panjang bertenaga baterai airsoft electric gun (AEG) bisa didapat dengan harga Rp 500.000-Rp 1,4 juta. Sedangkan replika handgun jauh lebih terjangkau yakni kisaran Rp 50.000 (spring) dan Rp 400.000 untuk jenis elektrik. Di luar itu, sebenarnya ada replika jenis gas blow back (GBB). Namun khusus GBB minim peminat karena harga gas pemompa cukup mahal dan sulit didapat.
Namanya juga replika tak heran bentuk standar airsoft menyerupai asli. Beberapa jenis replika yang jadi favorit adalah jenis M16A2, M14, M4A1, AK74, AK47. Replika sub machine gun (SMG) MP5, HK416, shotgun Remington 870, M3 Benelli. Mossberg 500 hingga jenis sniper Steyr SSG serta handgun Beretta M92, Glock17, Glock18, Glock26 pun tak luput dari incaran airsofter.
Replika-replika ini menggunakan peluru ball bearing (BB) kaliber 6 mm. Sedangkan beratnya dibagi menjadi tiga besar yakni 0,12 gram, 0,2 gram dan 0,25 gram. BB 0,12 gram biasa digunakan untuk tipe low power, sedang kedua terakhir biasanya untuk spring dan AEG. Seperti peluru sungguhan, pemilihan kualitas BB juga berpengaruh pada tingkat akurasi replika saat digunakan untuk bermain.
Agar permainan lebih aman, selain kelengkapan keselamatan ada prosedur yang juga dianut para airsofter. Kecepatan tembakan replika dibatasi hingga 450 feet per second (fps). Standar kecepatan akan dipantau dengan menggunakan alat bantu chronometer. Untuk replika jenis serbu dihitung di bawah 350 fps, sedangkan replika penembak runduk (sniper) dibatasi 450 fps. - Alvari Kunto Prabowo